Perjalanan
Mengenang Masa Lalu
Judul : Rembulan Tenggelam
di Wajahmu
Pengarang :
Tere-Liye
Penerbit :
Republika
Kota Terbit :
Jakarta Selatan
Tahun Terbit : 2010
Tebal Buku :
436 halaman
Jenis Buku :
Novel Fiksi
Namanya Rehan
Raujana. Karena beberapa alasan, dia mengganti namanya menjadi Ray. Ketika itu
Ray yang sudah berumur 60an mendapatkan pengalaman yang sangat luar biasa.
Petualangan mengenang masa lalu. Seseorang dengan wajah menyenangkan memandunya
selama petualangan mengenang masa lalu tersebut. “Ray tahukan kau, hari ini
kita akan mengenang perjalanan hidupmu. Kau akan mendapatkan kesempatan hebat.
Kesempatan untuk mendapatkan jawaban. Jawaban atas lima pertanyaan besar dalam
hidupmu. Kau bertanya lima kali, aku menjawabnya lima kali. Semoga denga
demikian kau akan mengerti banyak hal...”
Kalimat dari
orang berwajah menyenangkan tersebut memulai semua perjalanan dari petualangan
mengenang masa lalu tersebut. Di mulai dari tempat dia hidup semenjak dia bayi.
Panti asuhan. Tempat yang sangat dibencinya karena di sanalah dia bertemu
setiap hari dengan penjaga panti yang sok-suci. Seseorang yang memanfaatkan
anak-anak yatim-piatu untuk mendapatkan uang. Yang kemudian uang itu akan
ditabungnya untuk pergi naik haji. Di sanalah muncul pertanyaan pertama Ray.
Beberapa peristiwa masa lalu diperlihatkan
kembali di depan matanya. Saat itu, dia kabur setelah mencuri uang milik
penjaga panti. Dia memutuskan untuk tinggal di terminal. Di sana dia menjalani
hidup sebagai anak jalanan. Dia bisa melakukan apa yang dia mau. Di sana dia
menjadi anak yang berandal. Dia senang bermain judi. Dengan uang milik penjaga
panti yang dia curi, dia pergi ke lepau terminal untuk berjudi. Lalu berpindah
dari lepau terminal ke ruko pedagang Cina. Pada suatu saat dia kalah berjudi.
Sampai-sampai uang yang dia punya habis tanpa sisa. Akhirnya dia menghalalkan
segala cara agar dia dapat uang.
Beberapa
peristiwa lain pun terjadi. Hingga akhirnya dia pindah ke ibukota. Tinggal di
tempat yang baru. Rumah Singgah. Tempat menyenangkan kedua dalam hidupnya. Di
sana dia seperti memiliki keluarga. Keluarga yang sejak dulu diinginkannya.
Keluarga yang menerimanya apa adanya. Sampai pada suatu hari, dia terlibat
perkelahian hebat dengan beberapa preman yang melukai salah satu penghuni rumah
singgah. Saat itu pemikiran Ray sangat sederhana. Luka dibalas luka. Darah
dibalas darah. Hingga akhirnya perbuatan Ray saat itu malah berakibat buruk
bagi dirinya dan orang-orang terdekatnya di kemudian hari. Saat itulah
pertanyaan keduanya muncul.
Setelah
kejadian itu, dia kabur. Pergi dari rumah singgah. Tinggal di sebuah kamar yang
kecil di bantaran kali yang bau. Memiliki kebiasaan baru di atas tower air.
Suatu saat, ketika dia sedang berada di atas tower air, dia bertemu dengan
plee. Plee adalah“pedagang” yang menjual tapi tidak membeli. Dia memiliki
kemampuan mengendalikan yang sangat kuat. Plee belum lama pindah ke bantaran
kali tersebut. Tetapi Ray langsung bisa berteman dengannya. Berteman dengan
sangat baik. Hingga suatu saat, Plee memiliki rencana yang sangat hebat dan dia
menjadikan Ray sebagai partner kerjanya.
Rencana itu sudah direncanakan dengan sangat baik. Bahkan mungkin sangat
sempurna. Tiada kecacatan dan dapat dipastikan berhasil. Tetapi karena
kesalahan yang sangat kecil, rencana itu gagal. Rencana yang sudah sangat
sempurna itu gagal dalam sekejap mata. Dan kegagalan itu membuat hidup Ray
menderita lagi. Sendirian lagi.
Ray pun kembali ke kotanya yang lama. Kota dimana
dia dibesarkan. Tentu saja bukan untuk kembali ke panti asuhan yang sangat
dibencinya itu. Dia mencoba untuk melupakan kenangan pahit yang dia alami 6
tahun yang lalu saat bersama Plee. Tepat saat dia kembali menuju kota kecilnya
dulu, dia bertemu dengan “si gigi kelinci”. Orang yang sangat mencintai dan
dicintainya. Orang yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Orang yang
bahkan untuk mendeskripsikannya, Ray tak sanggup. Dialah yang membuat hari-hari
Ray menjadi lebih berharga. Tetapi karena sesuatu yang menimpa “si gigi
kelinci”, muncullah pertanyaan ketiga dalam hidupnya.
Ray yang
merasa hampa, mencoba untuk mencari kesibukan baru. Dengan sebongkah harta yang
ditinggalkan Plee, dia mencoba membuat hal yang baru. Mencari kesibukan yang
baru. Dahulu pekerjaannya menjadi kepala mandor. Sekarang dia menjadi pemilik
gedung. Dengan tatapannya yang tajam dan kemampuannya dalam mengendalikan orang
lain, dia dapat membuat bisnisnya menggurita. Mengalahkan taipan-taipan licik
yang dibencinya. Tetapi apakah dengan memiliki gedung dan bisnis yang
menggurita dapat membuat hidupnya bahagia?
Novel ini
tidak terlalu berbeda dengan novel karya Tere-Liye yang lain. Yaitu Hafalan
Shalat Delisa dan Bidadari-Bidadari Surga. Dari kesemua novel tersebut
mengajarkan kita akan arti kehidupan. Bahwa bagaimanapun kehidupan kita, kita harus
tetap bersyukur dan menerimanya dengan ikhlas. Percaya bahwa Tuhan memiliki
rencana yang baik di balik cobaan-cobaan yang kita hadapi. Novel ini juga
mengajarkan kita bahwa hidup adalah sebab-akibat. Apa yang kita lakukan bisa
jadi menjadi sebab bagi kehidupan orang lain. Segala yang kita lakukan saat
ini, menjadi sebab bagi kehidupan kita di masa depan. Hal itu diungkapkan
pengarang dengan sangat baik. Membuat kita mengerti tanpa merasa digurui.
Membuat kita lebih bijaksana dalam menjalani hidup.
Sayangnya
kertas yang dipakai pada novel ini masih kurang bagus. Kertasnya tipis meski
tidak setipis kertas koran. Sedikit buram tapi lebih terang dibandingkan kertas
koran. Sampulnya juga tidak menggunakan sampul yang hard-cover. Jadi kalau kita harus hati-hati kalau tidak ingin
sampulnya terlipat ataupun rusak. Tetapi desain sampulnya cukup bagus sehingga
dapat menarik kita untuk membaca novel ini.
Nah... Semoga bermanfaat...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar